Jambi dalam Kerangka Multi-Level Governance 2026
- calendar_month 7 jam yang lalu
Jambi Dalam Kerangka Multi-Level Governance 2026
Oleh :
Dr.Fahmi Rasid*
(Dosen UM. Jambi & Sekretaris PUSDIKLAT LAM Prov. Jambi)
——————————————————————————————
Dalam menghadapi dinamika pembangunan nasional dan global, Provinsi Jambi dituntut untuk semakin adaptif dan kolaboratif. Tahun 2026 harus menjadi momentum akselerasi tata kelola pemerintahan yang tidak lagi bersifat top-down semata, melainkan terintegrasi secara horisontal dan vertikal—dalam satu kerangka yang disebut Multi-Level Governance (MLG). Konsep ini menekankan pentingnya koordinasi antar tingkatan pemerintahan—pusat, provinsi, kabupaten/kota, hingga ke desa—serta pelibatan aktor non-negara seperti dunia usaha, akademisi, dan masyarakat sipil.
Multi-Level Governance tidak hanya sekadar pembagian kewenangan, melainkan upaya menciptakan sinergi dalam merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi kebijakan publik. Dalam konteks Jambi, MLG menjadi sangat relevan mengingat karakteristik wilayahnya yang majemuk, dengan potensi dan tantangan berbeda-beda di setiap daerah. Sebagai contoh, pengembangan kawasan wisata sejarah Candi Muaro Jambi tidak dapat berhasil hanya dengan kebijakan provinsi. Dibutuhkan kolaborasi lintas sektor—dukungan pusat lewat Kementerian Pariwisata dan Bappenas, peran aktif Pemkab Muaro Jambi, serta sinergi masyarakat adat dan pelaku ekonomi lokal. Inilah esensi MLG: menyatukan berbagai level dan aktor dalam satu tujuan bersama.
Namun, untuk mengadopsi kerangka MLG secara optimal, prosesnya harus menjawab beberapa tantangan krusial antara lain :
- Koordinasi Antar Pemerintahan: Masih ditemukan tumpang tindih kewenangan dan ego sektoral antar lembaga. Harmonisasi perencanaan melalui forum-forum seperti Musrenbang harus diperkuat substansinya, bukan sekadar formalitas tahunan.
- Kapasitas SDM dan Kelembagaan: Penguatan birokrasi di level kabupaten/kota dan desa sangat diperlukan agar mampu menjalankan peran dalam sistem tata kelola kolaboratif.
- Transparansi dan Akuntabilitas: Implementasi e-governance dan sistem pelaporan kinerja berbasis SAKIP harus ditingkatkan agar masyarakat dapat mengawal pembangunan secara partisipatif.
- Partisipasi Publik: Perencanaan pembangunan harus membuka ruang yang lebih luas bagi masyarakat sipil untuk terlibat sejak tahap awal, bukan hanya sebagai “penerima manfaat” kebijakan.
Dalam konteks dinamika pembangunan nasional yang semakin menekankan pentingnya keunggulan wilayah dan keberlanjutan sumber daya, Provinsi Jambi menempati posisi strategis sebagai simpul pertumbuhan baru di kawasan Sumatera. Dengan karakter geografis yang kaya akan potensi bioindustri, energi terbarukan, serta komoditas unggulan seperti sawit dan karet, Jambi tidak hanya menjadi tumpuan pertumbuhan ekonomi regional, tetapi juga memainkan peran penting dalam mendukung ketahanan pangan, air, dan energi nasional. Arah kebijakan pembangunan Provinsi Jambi tahun 2026, sebagaimana tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025, menjadi manifestasi dari upaya perencanaan terarah untuk memanfaatkan keunggulan spasial tersebut secara optimal dan berkelanjutan. Kebijakan ini mencerminkan tidak hanya visi teknokratis pemerintah, tetapi juga strategi spasial yang berpijak pada prinsip-prinsip perencanaan wilayah modern dan pendekatan kebijakan berbasis tempat (place-based policy) (OECD, 2020).
Perencanaan pembangunan Provinsi Jambi tahun 2026 diarahkan untuk memperkuat peran strategis wilayah ini sebagai penyangga Bio-Industri Dan Ketahanan Energi di kawasan Sumatera. Hal ini tercermin dalam Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2025, yang menjadi dasar kebijakan dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2026. Kebijakan ini menekankan pentingnya pendekatan wilayah dalam mendorong pembangunan yang terintegrasi, berkelanjutan, serta selaras dengan potensi dan karakteristik lokal (Kementerian PPN/Bappenas, 2023).
Secara spasial, kebijakan pembangunan Provinsi Jambi dibagi ke dalam lima kategori kawasan utama. Pertama, Kawasan Pertumbuhan mencakup lima wilayah yang ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi dan permukiman, yakni Kawasan Perkotaan Jambi, Kawasan Pariwisata Unggulan Candi Muarojambi, Perkotaan Bangko, Perkotaan Sungai Penuh, dan Perkotaan Muara Bungo. Wilayah-wilayah ini menjadi episentrum pengembangan infrastruktur, jasa, perdagangan, dan pariwisata.
Kedua, Kawasan Komoditas Unggulan diarahkan untuk memperkuat sektor-sektor basis, terutama kelapa sawit dan karet, yang merupakan komoditas unggulan Provinsi Jambi. Kawasan Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung Timur difokuskan sebagai sentra produksi kelapa sawit, sedangkan kawasan Cekungan Batanghari yang meliputi Kabupaten Muaro Jambi, Bungo, Tebo, Merangin, dan Batanghari diarahkan sebagai wilayah produksi kelapa sawit sekaligus karet (BPS Provinsi Jambi, 2023).
Ketiga, Kawasan Swasembada Pangan, Air, dan Energi ditetapkan berdasarkan kapasitas wilayah dalam mendukung ketahanan sumber daya strategis. Kawasan ini mencakup Tanjung Jabung sebagai lumbung pangan, serta Cekungan Batanghari sebagai kawasan strategis untuk ketahanan air dan energi. Di samping itu, wilayah Bukit Barisan Tengah yang meliputi Kabupaten Kerinci, Merangin, dan Kota Sungai Penuh diarahkan untuk mendukung ketahanan secara terpadu di sektor pangan, air, dan energi (Pusat Litbang Pembangunan Kawasan, 2022).
Keempat, Kawasan Konservasi dan Rawan Bencana mencakup wilayah-wilayah yang memiliki nilai ekologis tinggi sekaligus kerentanan terhadap bencana. Wilayah ini meliputi Taman Nasional Bukit Duabelas, Bukit Tigapuluh, Berbak–Sembilang, dan Kerinci, Seblat. Penetapan kawasan ini menekankan pentingnya perlindungan lingkungan hidup serta penguatan kapasitas mitigasi risiko bencana dalam konteks perubahan iklim (KLHK, 2022).
Arah kebijakan pembangunan Provinsi Jambi sebagaimana dimaksud dapat dianalisis melalui pendekatan teori perencanaan wilayah kontemporer. Dalam kajian regional development terbaru, perencanaan berbasis keunggulan spasial dan potensi lokal dinilai efektif dalam mengurangi kesenjangan antarwilayah dan mendorong pertumbuhan yang inklusif (Barca, McCann, & Rodríguez-Pose, 2012). Prinsip utama dalam pendekatan ini adalah penguatan kapasitas lokal, koordinasi multi-level governance, dan pemanfaatan sumber daya secara berkelanjutan.
Dari perspektif kebijakan publik, pendekatan adaptif dan berbasis bukti (evidence-based and adaptive policymaking) sebagaimana dikembangkan oleh Cairney et al. (2019) menjadi relevan. Pendekatan ini menggabungkan arah strategis jangka panjang dengan fleksibilitas implementasi yang responsif terhadap dinamika sosial-ekonomi lokal.
Kebijakan spasial Provinsi Jambi menunjukkan konsistensi dengan pendekatan ini melalui penetapan wilayah prioritas yang didasarkan pada karakteristik ekologis, ekonomi, dan sosial yang berbeda-beda, sambil tetap mengacu pada kerangka pembangunan nasional.
Sementara itu, dari perspektif nasional, pendekatan pembangunan berbasis wilayah telah menjadi salah satu strategi utama dalam RPJMN 2020–2024, yang menekankan pentingnya mendorong pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa serta meningkatkan konektivitas antarwilayah (Kementerian PPN/Bappenas, 2020). Pendekatan ini mendukung peningkatan daya saing daerah dan pemerataan pembangunan sebagai upaya menjawab ketimpangan struktural yang masih menjadi tantangan utama pembangunan nasional.
Dengan arah kebijakan yang berpijak pada keunggulan wilayah, keberlanjutan sumber daya, serta integrasi lintas sektor, Provinsi Jambi Diproyeksikan Memainkan Peran Kunci dalam mendukung agenda pembangunan nasional menuju transformasi hijau dan ketahanan energi. Penetapan kawasan pertumbuhan, komoditas unggulan, swasembada pangan,air,energi, serta konservasi menunjukkan adanya pendekatan terstruktur yang memadukan potensi lokal dan visi makro. Ke-depan, implementasi kebijakan ini membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, dan masyarakat sipil untuk memastikan bahwa pembangunan tidak hanya berlangsung secara efisien, tetapi juga adil dan berkelanjutan. Dengan landasan kebijakan yang kuat dan perencanaan berbasis spasial yang komprehensif, Provinsi Jambi Memiliki Peluang Besar Untuk Tampil Sebagai Model Pembangunan Wilayah Yang Progresif Di Tengah Dinamika Nasional Dan Global.
Jambi Menuju 2026: Arah Kebijakan dan Harapan
Di bawah visi ” MANTAP, BERDAYA SAING dan BERKELANJUTAN 2025-2029 ” yang dicanangkan oleh Gubernur Dr. H. Al Haris, terdapat arah yang sejalan dengan prinsip-prinsip MLG: pembangunan partisipatif, pelayanan publik berkualitas, dan kolaborasi antar daerah. Inisiatif seperti integrasi data antar instansi, digitalisasi pelayanan, serta pengembangan kawasan strategis lintas kabupaten menunjukkan benih-benih MLG yang mulai tumbuh. Namun untuk menjadikan MLG sebagai kerangka utama pembangunan 2026, Jambi perlu membuat roadmap implementasi yang terukur dan berkelanjutan. Ini termasuk pelatihan lintas aktor, pembentukan forum koordinasi lintas level secara periodik, dan dukungan regulasi yang memastikan semua tingkatan pemerintahan bekerja secara harmonis.
Multi-Level Governance bukan hanya perubahan struktur, tetapi juga paradigma. Dari pola “pemerintah mengatur” ke pola “pemerintahan yang terbuka dan kolaboratif”. Dalam kerangka ini, Jambi bisa menjadi pelopor tata kelola inovatif di Sumatera, bahkan Indonesia. Tahun 2026 harus menjadi batu loncatan menuju tata kelola yang lebih demokratis, efisien, dan inklusif—demi terwujudnya Provinsi Jambi yang benar-benar MANTAP. (*)
- Penulis: News Publik